Efek rumah kaca
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari
matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk
cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan
Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan
Bumi.
Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi
infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di
atmosfer Bumi akibat menumpuknya jumlah
gas rumah kaca antara lain
uap air,
karbon dioksida,
sulfur dioksida dan
metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali
radiasi gelombang yang dipancarkan
Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di
permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan
suhu rata-rata tahunan
bumi terus meningkat.
Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam
rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya.
Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan suhu rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F) dari suhunya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global.
Efek umpan balik
Anasir penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses
umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada
penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya
gas-gas rumah kaca seperti CO
2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan
gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO
2 sendiri. (Walaupun
umpan balik ini meningkatkan kandungan
air absolut di udara,
kelembapan relatifudara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat)
Umpan balik ini hanya berdampak secara perlahan-lahan karena CO
2 memiliki usia yang panjang di
atmosfer.
Efek umpan balik karena pengaruh
awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan kembali
radiasi infra merah ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas,
awan tersebut akan memantulkan
sinar matahari dan
radiasi infra merah ke
angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya menghasilkan pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan
IPCC ke Empat). Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam Laporan Pandangan
IPCCke empat.
Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (
albedo) oleh es. Ketika suhu global meningkat, es yang berada di dekat
kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air di bawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi
matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.
Umpan balik positif akibat terlepasnya CO
2 dan CH
4 dari melunaknya tanah beku
(permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH
4 yang juga menimbulkan
umpan balik positif.
Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan
diatom daripada
fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.
Variasi Matahari
Variasi Matahari selama 30 tahun terakhir.
Terdapat
hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari
matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh
umpan balik dari
awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini. Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat
efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas
matahari akan memanaskan
stratosfer sebaliknya
efek rumah kaca akan mendinginkan
stratosfer. Pendinginan
stratosfer bagian bawah paling tidak telah diamati sejak tahun 1960, yang tidak akan terjadi bila aktivitas
matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini. Penipisan
lapisan ozon juga dapat memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai akhir tahun
1970-an. Fenomena
variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas
gunung berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950.
Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi
matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua
ilmuwan dari
Duke University memperkirakan bahwa
matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan suhu rata-rata global selama periode
1900-
2000, dan sekitar 25-35% antara tahun
1980 dan
2000. Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat perkiraan berlebihan terhadap
efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh
matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari
debu vulkanik dan
aerosol sulfat juga telah dipandang remeh. Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh
matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi pada
dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh
gas-gas rumah kaca.
Pada tahun
2006, sebuah tim
ilmuwan dari
Amerika Serikat,
Jerman dan
Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat "keterangan" dari
matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat "keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan global. Sebuah
penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan
variasi matahari sejak tahun
1985, baik melalui variasi dari
output matahari maupun variasi dalam
sinar kosmis.
Mengukur pemanasan global
Hasil pengukurannya menunjukkan terjadi peningkatan konsentrasi
karbon dioksida di
atmosfer. Setelah itu, komposisi dari
atmosfer terus diukur dengan cermat. Data-data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa memang terjadi peningkatan konsentrasi dari
gas-gas rumah kaca di
atmosfer.Pada awal
1896, para ilmuwan beranggapan bahwa membakar
bahan bakar fosil akan mengubah komposisi atmosfer dan dapat meningkatkan suhu rata-rata global.
Hipotesis ini dikonfirmasi tahun 1957 ketika para peneliti yang bekerja pada program penelitian global yaitu
International Geophysical Year, mengambil sampel atmosfer dari puncak
gunung Mauna Loa di
Hawai.
Para
ilmuwan juga telah lama menduga bahwa
iklim global semakin menghangat, tetapi mereka tidak mampu memberikan bukti-bukti yang tepat. Suhu terus bervariasi dari waktu ke waktu dan dari lokasi yang satu ke lokasi lainnya. Perlu bertahun-tahun pengamatan iklim untuk memperoleh data-data yang menunjukkan suatu kecenderungan (
trend) yang jelas. Catatan pada akhir
1980-an agak memperlihatkan kecenderungan penghangatan ini, akan tetapi data statistik ini hanya sedikit dan tidak dapat dipercaya.
Stasiun cuaca pada awalnya, terletak dekat dengan daerah perkotaan sehingga pengukuran suhu akan dipengaruhi oleh panas yang dipancarkan oleh bangunan dan kendaraan dan juga panas yang disimpan oleh material bangunan dan jalan. Sejak 1957, data-data diperoleh dari stasiun cuaca yang terpercaya (terletak jauh dari
perkotaan), serta dari
satelit. Data-data ini memberikan pengukuran yang lebih akurat, terutama pada 70 persen permukaan planet yang tertutup lautan. Data-data yang lebih akurat ini menunjukkan bahwa kecenderungan menghangatnya
permukaan Bumi benar-benar terjadi. Jika dilihat pada akhir abad ke-20, tercatat bahwa sepuluh tahun terhangat selama seratus tahun terakhir terjadi setelah tahun 1980, dan tiga tahun terpanas terjadi setelah tahun 1990, dengan 1998 menjadi yang paling panas.
Dalam laporan yang dikeluarkannya tahun 2001,
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa suhu udara global telah meningkat 0,6 derajat Celsius (1 derajat Fahrenheit) sejak 1861. Panel setuju bahwa pemanasan tersebut terutama disebabkan oleh aktivitas manusia yang menambah
gas-gas rumah kaca ke
atmosfer.
IPCCmemprediksi peningkatan suhu rata-rata global akan meningkat
1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.
IPCC panel juga memperingatkan, bahwa meskipun konsentrasi gas di
atmosfer tidak bertambah lagi sejak tahun
2100, iklim tetap terus menghangat selama periode tertentu akibat emisi yang telah dilepaskan sebelumnya.
Karbon dioksida akan tetap berada di
atmosfer selama seratus tahun atau lebih sebelum alam mampu menyerapnya kembali.
[15]
Jika emisi
gas rumah kaca terus meningkat, para ahli memprediksi, konsentrasi
karbon dioksida di
atmosfer dapat meningkat hingga tiga kali lipat pada awal
abad ke-22 bila dibandingkan masa sebelum era
industri. Akibatnya, akan terjadi perubahan iklim secara dramatis. Walaupun sebenarnya peristiwa perubahan iklim ini telah terjadi beberapa kali sepanjang
sejarah Bumi, manusia akan menghadapi masalah ini dengan risiko populasi yang sangat besar.
Model iklim
Perhitungan pemanasan global pada tahun 2001 dari beberapa
model iklim berdasarkan scenario
SRES A2, yang mengasumsikan tidak ada tindakan yang dilakukan untuk mengurangi emisi.
Para
ilmuwan telah mempelajari pemanasan global berdasarkan model-model computer berdasarkan prinsip-prinsip dasar
dinamika fluida,
transfer radiasi, dan proses-proses lainya, dengan beberapa penyederhanaan disebabkan keterbatasan kemampuan komputer. Model-model ini memprediksikan bahwa penambahan
gas-gas rumah kaca berefek pada iklim yang lebih hangat. Walaupun digunakan asumsi-asumsi yang sama terhadap konsentrasi
gas rumah kaca pada masa depan,
sensitivitas iklimnya masih akan berada pada suatu rentang tertentu.
Dengan memasukkan unsur-unsur ketidakpastian terhadap konsentrasi gas rumah kaca dan pemodelan iklim,
IPCCmemperkirakan pemanasan sekitar
1.1 °C hingga 6.4 °C (2.0 °F hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100. Model-model iklim juga digunakan untuk menyelidiki penyebab-penyebab perubahan iklim yang terjadi saat ini dengan membandingkan perubahan yang teramati dengan hasil prediksi model terhadap berbagai penyebab, baik alami maupun aktivitas manusia.
Model iklim saat ini menghasilkan kemiripan yang cukup baik dengan perubahan suhu global hasil pengamatan selama seratus tahun terakhir, tetapi tidak mensimulasi semua aspek dari
iklim. Model-model ini tidak secara pasti menyatakan bahwa pemanasan yang terjadi antara tahun 1910 hingga 1945 disebabkan oleh proses alami atau aktivitas manusia; akan tetapi; mereka menunjukkan bahwa pemanasan sejak tahun 1975 didominasi oleh emisi gas-gas yang dihasilkan manusia.
Sebagian besar model-model iklim, ketika menghitung
iklim pada masa depan, dilakukan berdasarkan skenario-skenario gas rumah kaca, biasanya dari laporan Khusus terhadap skenario emisi (
Special Report on Emissions Scenarios/SRES)
IPCC. Yang jarang dilakukan, model menghitung dengan menambahkan simulasi terhadap
siklus karbon; yang biasanya menghasilkan
umpan balik yang positif, walaupun responnya masih belum pasti (untuk skenario A2 SRES, respon bervariasi antara penambahan 20 dan 200 ppm CO
2). Beberapa studi-studi juga menunjukkan beberapa umpan balik positif.
[18][19][20]
Pengaruh awan juga merupakan salah satu sumber yang menimbulkan ketidakpastian terhadap model-model yang dihasilkan saat ini, walaupun sekarang telah ada kemajuan dalam menyelesaikan masalah ini.
[21] Saat ini juga terjadi diskusi-diskusi yang masih berlanjut mengenai apakah model-model iklim mengesampingkan efek-efek umpan balik dan tak langsung dari
variasi Matahari.
Dampak pemanasan global
Iklim mulai tidak stabil
Para
ilmuwan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari
belahan Bumi utara (
Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di
Bumi. Akibatnya,
gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Suhu pada
musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat.
Daerah yang hangat akan menjadi lebih lembap karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuwan belum begitu yakin apakah
kelembapan tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena
uap air merupakan
gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek
insulasi pada
atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan
cahaya Matahari kembali ke
angkasa luar, di mana hal ini akan menurunkan proses pemanasan (lihat
siklus air). Kelembapan yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini
[22].
Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda.
Topan badai (
hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrem.
Peningkatan permukaan laut
Perubahan tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah dengan lingkungan yang stabil secara geologi.
Ketika
atmosfer menghangat, lapisan permukaan
lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di
kutub, terutama sekitar
Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di
laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 – 25 cm (4 - 10 inchi) selama
abad ke-20, dan para ilmuwan
IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 – 88 cm (4 - 35 inci) pada
abad ke-21.
Perubahan tinggi muka
laut akan sangat memengaruhi kehidupan di daerah
pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah
Belanda, 17,5 persen daerah
Bangladesh, dan banyak pulau-pulau.
Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi
lautan mencapai
muara sungai,
banjir akibat air pasang akan meningkat di
daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai.
Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat memengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari
rawa-rawa pantai di
Amerika Serikat.
Rawa-rawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian besar dari
Everglades,
Florida.
Suhu global cenderung meningkat
Orang mungkin beranggapan bahwa
Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian selatan
Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah
hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian
Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari
gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika
snowpack (kumpulan
salju)
musim dingin, yang berfungsi sebagai
reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam.
Tanaman pangan dan
hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.
Gangguan ekologis
Hewan dan
tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena
habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke
utara atau
selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju
kutub mungkin juga akan musnah.
Dampak sosial dan politik
Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada penyebaran penyakit melalui air (
waterborne diseases) maupun penyebaran penyakit melalui
vektor (
vector-borne diseases). Seperti meningkatnya kejadian
demam berdarah karena munculnya ruang (
ekosistem) baru untuk
nyamuk ini berkembang biak. Dengan adanya perubahan iklim ini maka ada beberapa spesies vektor penyakit (eq
aedes aegypti),
virus,
bakteri,
plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat tertentu yang target nya adalah organisme tersebut. Selain itu bisa diprediksi kan bahwa ada beberapa spesies yang secara alamiah akan terseleksi ataupun punah dikarenakan perbuhan ekosistem yang ekstreem ini. hal ini juga akan berdampak perubahan iklim (c
limate change) yang bisa berdampak kepada peningkatan kasus
penyakit tertentu seperti
ISPA (
kemarau panjang/
kebakaran hutan,
DBD Kaitan dengan musim hujan tidak menentu)
Gradasi Lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran limbah pada sungai juga berkontribusi pada
waterborne diseases dan
vector-borne disease. Ditambah pula dengan polusi udara hasil emisi gas-gas pabrik yang tidak terkontrol selanjutnya akan berkontribusi terhadap penyakit-penyakit saluran pernapasan seperti
asma,
alergi,
coccidioidomycosis,
penyakit jantung dan
paru kronis, dan lain-lain.
Perdebatan tentang pemanasan global
Tidak semua
ilmuwan setuju tentang keadaan dan akibat dari pemanasan global. Beberapa pengamat masih mempertanyakan apakah suhu benar-benar meningkat. Yang lainnya mengakui perubahan yang telah terjadi tetapi tetap membantah bahwa masih terlalu dini untuk membuat prediksi tentang keadaan pada masa depan. Kritikan seperti ini juga dapat membantah bukti-bukti yang menunjukkan kontribusi manusia terhadap pemanasan global dengan berargumen bahwa siklus alami dapat juga meningkatkan suhu. Mereka juga menunjukkan fakta-fakta bahwa pemanasan berkelanjutan dapat menguntungkan di beberapa daerah.
Para
ilmuwan yang mempertanyakan pemanasan global cenderung menunjukkan tiga perbedaan yang masih dipertanyakan antara prediksi model pemanasan global dengan perilaku sebenarnya yang terjadi pada iklim. Pertama, pemanasan cenderung berhenti selama tiga dekade pada pertengahan
abad ke-20; bahkan ada masa pendinginan sebelum naik kembali pada tahun
1970-an. Kedua, jumlah total pemanasan selama
abad ke-20 hanya separuh dari yang diprediksi oleh model. Ketiga,
troposfer, lapisan
atmosferterendah, tidak memanas secepat prediksi model. Akan tetapi, pendukung adanya pemanasan global yakin dapat menjawab dua dari tiga pertanyaan tersebut.
Kurangnya pemanasan pada pertengahan abad disebabkan oleh besarnya
polusi udara yang menyebarkan partikulat-partikulat, terutama
sulfat, ke atmosfer. Partikulat ini, juga dikenal sebagai
aerosol, memantulkan sebagian
sinar matahari kembali ke
angkasa luar. Pemanasan berkelanjutan akhirnya mengatasi efek ini, sebagian lagi karena adanya kontrol terhadap polusi yang menyebabkan udara menjadi lebih bersih.
Keadaan pemanasan global sejak 1900 yang ternyata tidak seperti yang diprediksi disebabkan penyerapan panas secara besar oleh lautan. Para ilmuwan telah lama memprediksi hal ini tetapi tidak memiliki cukup data untuk membuktikannya. Pada tahun
2000,
U.S. National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) memberikan hasil analisis baru tentang suhu air yang diukur oleh para pengamat di seluruh dunia selama 50 tahun terakhir. Hasil pengukuran tersebut memperlihatkan adanya kecenderungan pemanasan: suhu laut dunia pada tahun 1998 lebih tinggi 0,2 derajat Celsius (0,3 derajat Fahrenheit) daripada suhu rata-rata 50 tahun terakhir, ada sedikit perubahan tetapi cukup berarti.
[22]
Pertanyaan ketiga masih membingungkan. Satelit mendeteksi lebih sedikit pemanasan di
troposfer dibandingkan prediksi model. Menurut beberapa kritikus, pembacaan
atmosfertersebut benar, sedangkan pengukuran
atmosfer dari
permukaan Bumi tidak dapat dipercaya. Pada bulan Januari 2000, sebuah panel yang ditunjuk oleh
National Academy of Sciences untuk membahas masalah ini mengakui bahwa pemanasan
permukaan Bumi tidak dapat diragukan lagi. Akan tetapi, pengukuran troposfer yang lebih rendah dari prediksi model tidak dapat dijelaskan secara jelas.
Pengendalian pemanasan global
Konsumsi total
bahan bakar fosil di dunia meningkat sebesar 1 persen per-tahun. Langkah-langkah yang dilakukan atau yang sedang diskusikan saat ini tidak ada yang dapat mencegah pemanasan global pada masa depan. Tantangan yang ada saat ini adalah mengatasi efek yang timbul sambil melakukan langkah-langkah untuk mencegah semakin berubahnya iklim pada masa depan.
Kerusakan yang parah dapat di atasi dengan berbagai cara. Daerah pantai dapat dilindungi dengan dinding dan penghalang untuk mencegah masuknya air laut. Cara lainnya, pemerintah dapat membantu populasi di pantai untuk pindah ke daerah yang lebih tinggi. Beberapa negara, seperti
Amerika Serikat, dapat menyelamatkan tumbuhan dan hewan dengan tetap menjaga koridor (jalur)
habitatnya, mengosongkan tanah yang belum dibangun dari selatan ke utara. Spesies-spesies dapat secara perlahan-lahan berpindah sepanjang koridor ini untuk menuju ke habitat yang lebih dingin.
Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin bertambahnya
gas rumah kaca. Pertama, mencegah
karbon dioksida dilepas ke
atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau komponen karbon-nya di tempat lain. Cara ini disebut
carbon sequestration (menghilangkan karbon). Kedua, mengurangi produksi
gas rumah kaca.
Menghilangkan karbon
Cara yang paling mudah untuk menghilangkan
karbon dioksida di udara adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam
pohon lebih banyak lagi. Pohon, terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap
karbon dioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui
fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam
kayunya. Di seluruh dunia, tingkat perambahan
hutan telah mencapai level yang mengkhawatirkan. Di banyak area, tanaman yang tumbuh kembali sedikit sekali karena tanah kehilangan kesuburannya ketika diubah untuk kegunaan yang lain, seperti untuk lahan pertanian atau pembangunan rumah tinggal. Langkah untuk mengatasi hal ini adalah dengan penghutanan kembali yang berperan dalam mengurangi semakin bertambahnya
gas rumah kaca.
Gas
karbon dioksida juga dapat dihilangkan secara langsung. Caranya dengan menyuntikkan (menginjeksikan) gas tersebut ke sumur-sumur minyak untuk mendorong agar minyak bumi keluar ke permukaan (lihat
Enhanced Oil Recovery). Injeksi juga bisa dilakukan untuk mengisolasi gas ini di bawah tanah seperti dalam sumur minyak, lapisan
batubara atau
aquifer. Hal ini telah dilakukan di salah satu
anjungan pengeboran lepas pantai Norwegia, di mana
karbon dioksida yang terbawa ke permukaan bersama
gas alamditangkap dan diinjeksikan kembali ke
aquifer sehingga tidak dapat kembali ke permukaan.